Sekilas tentang OpenBTS
OpenBTS adalah sebuah platform open source untuk membangun sebuah BTS (Base Transceiver Station) layaknya milik jaringan operator seluler. Perbedaannya adalah OpenBTS berbasis software open source, sedangkan BTS komersial milik operator berbasis hardware dengan standar protokol ITU-T dan biasanya dibuat vendor internasional seperti Ericsson, Nokia, Huawei, dll. Seperti halnya software open source yang lain, OpenBTS ini juga free of charge, bahkan source code-nya juga dapat diunduh dan di-oprek sendiri.
Dengan tambahan sedikit hardware dan dipadu dengan software pendukung, teknologi openBTS ini sudah dapat menyelenggarakan jaringan GSM 2G (900/1800 MHz) dengan layanan telephony dasar yakni panggilan suara dan layanan pesan singkat/SMS. Handset yang digunakan untuk bergabung dalam jaringan ini juga handset GSM biasa dan tidak perlu spesifikasi khusus karena ‘pemancar’ OpenBTS menggunakan protokol air interface (Um) sama persis dengan standar BTS GSM biasa. Berbeda dengan arsitekstur native GSM, fungsi MSC sebagai softswitch digantikan oleh SIP server, dan fungsi SMSC (SMS Center) digantikan oleh Jabber. Jadi dalam topologi jaringan OpenBTS tidak dikenal MSC dan SMSC, namun semuanya digantikan oleh sebuah komputer yang terinstal OpenBTS dan software pendukungnya.
Teknologi OpenBTS
Setidaknya ada dua komponen utama untuk membangun sebuah jaringan ‘seluler’ berbasis OpenBTS, yakni hardware (USRP, antena, duplexer, power amplifier) dan software (OpenBTS, Asterix, Jabber). USRP (Universal Software Radio Peripheral) bertugas untuk handling client request melalui air interface (Um), antenna sebagai pemancar dengan band 900/1800 Mhz, duplexer berguna untuk membagi carrier RF ke beberapa antena sektoral jika diinginkan dan power amplifier untuk menambah coverage seluler. Komponen pendukung berikutnya adalah software yang bertugas untuk mengolah signal RF sebagai carrier yng berbasis DSP (Digital Signal Processor) dan software yang bertugas mengolah data (softswitch, SMS handling, GPRS). Software DSP dalam OpenBTS diwakili oleh DSR (Defined-Software Radio) yang bertugas untuk menerjemahkan (decoding) kode-kode signaling dalam pertukaran data dan sinkronisasi antara BTS dengan handset client.
Sebagai softswitch, software yang dibutuhkan adalah Asterisk untuk proses handling dan billing percakapan suara dan Jabber untuk handling data text melalui SMS. Jabber ini sebenarnya adalah software untuk text chat berbasis protokol XMPP, namun sudah dapat berkomunikasi dengan OpenBTS, yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tugas handling SMS operation seperti halnya SMS Center (SMSC). Protokol komunikasi yang digunakan adalah SIP (Session Initiation Protocol), yang merupakan penyempurnaan dari teknologi VoIP (Voice over IP). Jadi Asterisk sebagai softswitch melakukan interkoneksi panggilan suara melalui jaringan IP menggunakan protokol SIP tersebut, sehingga handset GSM nantinya seakan-akan berfungsi sebagai SIP extention/SIP client, namun dengan protokol air interface (Um) di sisi physical layer-nya. Anda bisa membayangkannya seperti pada telepon ekstension kantor dengan server sebuah IP-PBX, namun telepon ekstension tersebut bersifat portable dan berbentuk seperti handset biasa. Sebagai backhaul-nya adalah IP network, jadi sangat mudah jika suatu saat nanti dikembangkan menjadi jaringan IMS (IP Multimedia Subsystem) atau 4G.
Karena sudah memiliki Network Element penunjang jaringan seluler yang lengkap (radio interface, softswitch, billing, SMSC), maka OpenBTS ini dapat berdiri sendiri sebagai sebuah jaringan tunggal bahkan dengan hanya satu cell. Seperti pada gambar di atas, sebuah jaringan ‘seluler’ sudah terbentuk dan mampu melayani percakapan suara dan SMS pada lingkungan sekitar tower. Namun layanan telepon dan SMS di atas hanya bisa untuk sesama pemegang handset yang sedang attach di cell tersebut, karena belum ada sistem handover cell dan interkoneksi dengan operator lain.
OpenBTS versi komersial
Di samping untuk kepentingan riset dan komunitas open source, OpenBTS juga memiliki versi komersial yang memiliki fitur yang lebih lengkap dan mempunyai lisensi non-GPL end user, yang artinya tidak dirilis untuk publik. Jadi hanya pembeli saja yang bisa menikmati fitur-fitur komersial seperti :
– Real time database
– Cell broadcast
– Multi ARFCN
– Real time channel dan call status reporting ke database eksternal
– Autentifikasi RAND-SRES, melalui HTTP/SIP server
– Kemampuan untuk mencegah handset tertentu untuk memasuki cell tertentu
– Support SMS non-Alphanumerik
– Support cell handover
– USSD, interface melalui HTTP atau protokol SIP
– Akses data melalui GPRS, EDGE, UMTS
Hardware OpenBTS versi komersial ada yang berupa desktop namun ada juga berbentuk rack 19 inchi (2U) seperti layaknya standar operator seluler. Biasanya juga dilengkapi dengan duplexer untuk dihubungkan ke antenna GSM baik yang omni maupun antenna sektoral. Sebagai sebuah produk komersial, sang vendor juga memberikan customer support, training, kontrak maintenance, upgrade lisensi (contoh: BTS 2G ke 3G, atau dari single ARFCN ke multiple ARFCN). Beberapa vendor/operator besar dunia yang sudah menggunakan layanan OpenBTS komersial antara lain T-Mobile, Orange, Telefonica SA, AT&T, Kasi Mobile, Telecom Niue, Raytheon, Qualcomm, RIM, Samsung, SRI, BBN, SAIC, General Dynamics, Lockheed-Martin, dsb.
Interkoneksi OpenBTS untuk Operator Seluler
Setelah memahami teknologi dasar dari OpenBTS, sekarang mari kita coba kaji ‘kelayakan’ teknologi OpenBTS ini untuk operator seluler dalam memberikan layanan seluler untuk pelanggannya. Sebagai operator resmi tentunya terikat dengan UU No 36 tahun 1999 tentang penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia. Dengan demikian operator tidak bisa seenaknya dalam menggelar jaringan seluler nasional. Berbicara mengenai kualitas, maka operator tentunya akan melirik OpenBTS versi komersial daripada versi ‘opensource’-nya. Dipandang dari banyak aspek seperti dukungan vendor, banyaknya additional features, monitoring performance akan lebih memudahkan operator untuk melakukan benchmark kualitas layanan jaringan OpenBTS. Untuk mengganti seluruh jaringan eksisting dengan teknologi OpenBTS juga rasa-rasanya tidak mungkin. Oleh karena itu penulis coba mengkaji tentang interoperability OpenBTS dengan jaringan seluler eksisting menjadi sebuah jaringan seluler hybrid yang mampu bersama-sama melayani pelanggan seluler.
Prinsip teknologi OpenBTS adalah voice over internet protocol (VoIP) yang menggunakan protokol yang lebih efisien dan reliable yakni SIP. Jadi kuncinya di sini adalah backhaul yang berbasis IP dengan interface ke pelanggan seluler tetap menggunakan air interface (Um).Dengan demikian dari sisi pelanggan (handset) tidak ada perubahan yang berarti, sedangkan dari sisi operator cukup menyediakan transmisi IP-based dan diinterkoneksikan ke jaringan inti (core network) eksisting miliknya.
Skenario pertama adalah menginterkoneksikan output USRP+software OpenBTS (pada versi komersial ada tipe OpenBTS embedded on USRP) yang berupa interface ethernet ke IM-MGW (IP Multimedia Media Gateway). Jika OpenBTS terletak jauh dari MGW-nya maka data harus ditransmisikan menggunakan jaringan transmisi IP-based milik operator sendiri. Contoh skenario pertama ini dapat dilihat pada gambar OpenBTS B di atas.
Bagaimana jika daerah yang akan di-cover openBTS terletak di pedalaman atau daerah bencana, dimana tidak terjangkau oleh transmisi radio RF terdekat? Ini bisa diatasi dengan menggunakan media internet di tempat tersebut sehingga otomatis OpenBTS akan terhubung dengan IP network. Karena core netwotk operator juga terhubung dengan IP network melalui GGSN dan firewall, maka dengan sedikit ditambahi protokol security seperti SSL dan atau VPN maka OpenBTS dapat terhubung IM-MGW milik operator. Untuk tipe koneksi seperti ini dapat dilihat pada skenario OpenBTS A pada gambar di atas.
Aplikasi lain yang tak kalah menarik adalah mobile BTS. Karena dimensi USRP yang relatif kecil dan ringan, maka instalasi OpenBTS menjadi sangat mudah dan cepat. Jika sudah tidak ada issue interkoneksi dan handover cell dengan jaringan eksisting, maka aplikasi OpenBTS untuk mobile BTS suatu saat akan menjadi opsi yang sangat menarik. Di samping instalasi yang mudah, biaya instalment juga relatif lebih murah dengan kualitas dan coverage yang relatif sama dengan mobile BTS eksisting. Mobile BTS ala OpenBTS sangat portable hingga cocok digunakan untuk daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan komersial operator seluler (contoh: daerah pedalaman, pengeboran minyak lepas pantai, jalur kapal laut antar pulau, dll), maupun daerah bencana dimana infrastruktur operator rusak karena bencana tersebut (contoh : Tsunami di Aceh tahun 2004).
Bahkan, openBTS juga dapat dikembangkan menjadi cell dengan coverage seluler lebih kecil semacam femtocells dalam gedung atau rumah yang sebelumnya tidak mendapat sinyal dari operator seluler. Dan yang terakhir, OpenBTS dapat diinstal di ruangan untuk digunakan sebagai simulasi jaringan seluler mini dan testing handset untuk keperluan riset layanan seluler ke pelanggan baik untuk menguji kualitas jaringan maupun uji coba konten digital.
CAPEX vs Reliability, OPEX vs Revenue
Kalau kita cermati lebih dalam operator dapat memanfaatkan teknologi OpenBTS untuk meringankan biaya CAPEX, seiring misinya mengembangkan jaringan seluler ke seluruh pelosok negeri. Harga OpenBTS versi komersial masih lebih murah ketimbang BTS komersial. Apalagi dalam topologi jaringan ‘seluler’ versi OpenBTS sudah meniadakan fungsi BSC dan MSC, yang tentunya dapat lebih menekan biaya CAPEX. Selain itu, operator dapat menghemat biaya dari sisi akuisisi lahan, karena OpenBTS bisa tidak membutuhkan areal lahan yang besar bahkan bisa dirancang secara tower mounted sehingga tidak membutuhkan shelter BTS. OpenBTS outdoor yang dipasang di tower juga tidak membutuhkan kabel feeder, karena data dapat langsung dipancarkan ke hop transmisi sebelumnya.
Sementara biaya maintenance jaringan (OPEX) harusnya bisa ditekan karena peralatan telekomunikasinya (USRP) yang mini dan compact, adanya kontrak maintenance dengan vendor, berkurangnya biaya perawatan lahan, mengurangi kemungkinan pencurian kabel grounding dan feeder (OpenBTS tidak membutuhkan feeder), dll. DIgunakannya protokol IP based juga menjadikan OpenBTS fully monitored sehingga memudahkan monitoring peripheral dan environtment sekitar, dengan demikian teknisi operator dapat melakukan remote monitoring sehingga dampaknya juga akan mengurangi biaya OPEX.
Yang perlu dilakukan oleh business analyst operator adalah melakukan riset sejauh mana pengurangan belanja modal/investasi yang dilakukan (CAPEX) karena membeli produk sejenis dengan harga yang lebih murah (karena menggunakan teknologi yang lebih efisien) dapat terus bertahan beberapa tahun ke depan dengan reliability dan quality perangkat yang mumpuni, karena bisa jadi dengan harga yang lebih murah namun tiap tahun harus ganti perangkat juga bukan merupakan pilihan investasi yang tepat. Analisa yang kedua yang harus dilakukan adalah sejauh mana penurunan OPEX karena implementasi OpenBTS secara komersial ini akan tetap mampu mendorong kenaikan revenue sebagai tulang punggung kehidupan perusahaan. Yang diharapkan tentunya terjadi penurunan OPEX namun revenue yang dihasilkan dalam tren positif (meningkat). Kurang lebih penulis menggambarkan statistik argumentasi di atas dalam sebuah chart dengan skala bebas sbb:
Penutup
Bagaimanapun, sebuah teknologi yang murah namun efisien tentu ‘mengancam’ teknologi sebelumnya yang lebih dulu mapan. OpenBTS mampu berdiri layaknya jaringan operator seluler walaupun dengan skala coverage yang lebih kecil namun hanya membutuhkan biaya instalasi yang relatif terjangkau. Dengan demikian siapapun bisa mendirikan ‘operator seluler’ sendiri. Ini tentunya akan menimbulkan masalah terhadap operator resmi, mulai dari masalah intereference, penurunan performance jaringan sampai pada penurunan revenue karena habit customer yang selalu mencari tarif yang lebih murah. Operator ‘bodong’ dengan investasi ringan tentunya mampu memberikan tarif lebih murah bukan? Ini tentunya dikhawatirkan operator resmi karena sudah mengeluarkan biaya investasi triliunan rupiah untuk sewa frekuensi dan membangun infrastruktur jaringan. Nah, di sinilah peran pemerintah, dalam hal ini BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), mengatur regulasi penyelanggaran jasa telekomunikasi sesuai dengan payung hukum UU 36 th 1999 dan UU ITE No. 11 th 2008. Penggunaan frekuensi GSM 900/1800 Mhz (OpenBTS juga menggunakan frekuensi ini) secara illegal tentunya melanggar hukum, dan pelakunya juga dapat terjerat dengan hukuman pidana
Namun, sebenarnya operator resmi juga dapat memanfaatkan teknologi OpenBTS ini untuk kepentingan ekspansi bisnisnya. Persaingan bisnis telekomunikasi yang ketat di tanah air memicu operator seluler untuk mengencangkan ikat pinggang, namun berpikir keras supaya performance jaringan tidak berkurang. OpenBTS versi komersial tampaknya layak dipertimbangkan operator seluler di Indonesia sebagai usaha untuk mengembangkan jaringan seluler ke pelosok pedesaan, dengan biaya CAPEX dan OPEX yang lebih ringan namun dengan kualitas setara dengan GSM konvensional. Dengan sedikit modifikasi, OpenBTS ini juga dapat digunakan sebagai mobile BTS atau sebuah femtocell. Bahkan migrasi ke layanan IMS pun menjadi lebih mudah menggunakan OpenBTS. Jika jaringan seluler telah bermigrasi ke IMS, persaingan antar operator nantinya tidak lagi berkutat ke kualitas dan coverage jaringan maupun pricing, namun lebih pada konten digital. Penulis memperkirakan di masa depan konten yang menarik akan menjadi kue lezat bagi operator untuk menambah pundi-pundi revenue-nya.
sumber:
http://openbts.sourceforge.net/
http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/OpenBTS
http://www.kestrelsp.com/OpenBTS.html
a Technopreneur – writer – Enthusiastic about learning AI, IoT, Robotics, Raspberry Pi, Arduino, ESP8266, Delphi, Python, Javascript, PHP, etc. Founder of startup Indomaker.com
izin baca dan copy ya mas admin
Sy butuh openbts untuk di area pertambangan kalimantan. Bisa bantu?
ada no contact yang bisa dihubungi pak?